0
       
            Manusia pada hakikatnya diciptakan memang sebagai makhluk sosial, makluk yang tidak dapat terlepas dari manusia lain. Keduanya saling membutuhkan dan saling melengkapi dalam kekurangannya masing-masing. Belakangan ini kita seringkali dibenturkan dengan berita-berita yang belum tentu kebenarannya mengenai perselisihan-perselisihan antar etnis, antar agama bahkan dalam satu agama seringkali sengaja dibenturkan untuk menciptakan kegaduhan dan perpecahan bangsa.


           Dalam karya relief yang terdapat di salah satu kampung di wilayah Gundih ini, tersirat berbagai makna tentang indahnya kerukunan antar umat beragama di dalam kesatuan dan di dalam bingkai yang kita sebut-sebut sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ini merupakan prasasti sekaligus pengingat bagi kita semua tentang hidup berkerukunan antar umat beragama.
           Setidaknya terdapat 3 agama yang hidup berdampingan di wilayah Gundih ini, warga minoritas mendapatkan hak dan kewajibannya yang sama ketika berada dalam wilayah perkampungan. Tidak ada diskriminasi yang mengatas namakan Agama, Suku dan Ras karena warga melihat dan menilai seseorang berdasarkan kesosialan mereka dan kesosialan tidak terkait dengan agama dan suku manapun, tinggal bagaimana kita bisa menempatkan diri dalam bergaul dan berinteraksi dengan warga sekitar.
           Suatu ketika ada salah satu warga di kampung ini mengelar acara kirim doa bagi saudara mereka yang telah meninggal, tradisi ini dilakukan biasanya selama 7 hari ketika ada kerabat atau saudara yang meninggal dunia. Mungkin bagi sesama muslim, ini hal yang wajib yang akan kita lakukan. Namun ada yang berbeda disini, Pak Tukiman (atau yang kerap mereka sapa dengan panggilan pak Tuk) pria dengan usia sekitar 65 tahun yang merupakan pemeluk agama Kristen juga turut hadir dalam acara tersebut.

           Hal ini bukan soal keyakinan beragama, ini soal bagaimana kita saling menghormati antar umat beragama. Apakah cara berdoa mereka mengikuti cara berdoa yang seagama ?.. Tentunya dengan menggunakan cara dan keyakinan mereka tanpa mengganggu keyakinan orang lain. Ini lebih kepada bagaimana kita bisa saling mendoakan antar sesama manusia tanpa menghilangkan keyakinan kita.’’Saya datang kesini mendoakan tetangga saya yang selama hidupnya berinteraksi dengan saya, ya dengan cara dan dengan apa yang saya yakini’’ tutur beliau.
            Ini menjadikan gambaran bagi kita semua, bahwa sesungguhnya di tingkat masyarakat terbawah tidak pernah ada yang namanya perpecahan yang mengatasnamakan Agama, yang terjadi saat ini di Negeri yang kita cintai adalah perpecahan dan perkelahian dengan kepentingan-kepentingan tertentu yang kebetulan menggunakan Agama sebagai sarananya. Anak-anak kita perlu kita bentengi dengan pemahaman-pemahaman agama dan dengan idiologi Pancasila karena merekalah generasi yang paling rentan dibenturkan atas kepentingan- kepentingan tertentu.


          Dengan menumbuhkan sikap Pancasila sebagai dasar negara dan bernegara seharusnya generasi muda kita tidak mudah terbawa kepada arus globalisasi dan teknologi. Dimana di era ini interaksi antar anak semakin dibatasi dengan kemunculan smartphone. Ditambah lagi dengan semakin terbatasnya ruang untuk mereka bermain sehingga yang terjadi mereka lebih asyik dengan perangkat smartphone mereka.

            Mereka sudah terbawa kedalam dunia maya bukan dunia nyata dengan permainan-permainan yang membutuhkan interaksi antar sesama. Maka jangan heran kalau 5 sampai 10 tahun kedepan kita akan kesulitan mencari pengganti pengurus RT/RW di wilayah perkampungan. Dimana pengurus RT/RW bisa dikatakan sebagai Orang dengan rasa kesosialan yang tinggi untuk membenahi wilayah. Karena saat ini anak-anak kita tidak mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dengan yang lain, sehingga di perlukan adanya tempat bermain anak  sebagai sarana anak dalam bersosialisasi dan berkreasi di setiap wilayah. 

            Sekarang ini, begitu mudahnya  berita-berita HOAX tentang pertengkaran atas nama Agama di kembangkan dan disebarluaskan melalui media-media sosial, dimana informasi tersebut dapat dengan mudah di akses dan dibaca oleh generasi muda kita. 
Sehingga dengan melakukan kegiatan-kegiatan positif serta pembentengan diri diharapkan generasi muda kita senantiasa dapat memahami bahwa di Indonesia  Negeri tercinta ini kita hidup dengan berdampingan antar satu agama dengan agama yang lain. Semoga masih ada kata ‘‘Bersatu dalam Perbedaan’’ yang terus akan kita junjung tinggi.

(Edwin Murdani)

#keberagamanmasyarakat

Posting Komentar

 
Top